Krisis politik yang terjadi di Tunisia sepekan terakhir tidak membuat Leila Trabelsi sadar diri. Istri Presiden Tunisia Zine Al Abidine Ben Ali yang baru digulingkan ini, justru berulah dengan membawa lari 1,5 ton emas batangan. Perbuatan yang dilakukan Leila itu diketahui sebelum dirinya kabur bersama suaminya pada Jumat (14/1). Sebelum meninggalkan tanah airnya, Leila yang terkenal senang bergaya hidup supermewah ini, menggasak emas simpanan negara seberat 1,5 ton senilai US$60 miliar atau sekitar Rp 544 triliun
. Emas-emas itu diambilnya dari Bank Tunisia dengan cara memaksa alias mencuri.
. Emas-emas itu diambilnya dari Bank Tunisia dengan cara memaksa alias mencuri.
Menurut harian The Independent edisi Selasa (18/1), pencurian oleh Trabelsi ini dilaporkan badan intelijen Prancis setelah Menteri Keuangan Christine Lagarde mengumumkan di Paris bahwa pergerakan uang di bekas negara-negara koloni Prancis terus diawasi.
Menurut intelijen Prancis, Leila bersama beberapa pengawalnya pada Jumat pekan lalu mengunjungi Bank Tunisia dan memerintahkan pihak bank untuk memindahkan emas-emas batangan ke kantornya untuk diamankan. Ketika presiden bank tersebut menolak, Presiden Ben Ali dilaporkan menelepon dan memerintahkan hal tersebut.
Selang beberapa jam setelah itu, pasangan ini melarikan diri ke luar negeri. Awalnya, keduanya hendak kabur ke Prancis, namun mereka kemudian mengubah jalur ke Arab Saudi setelah Presiden Nicolas Sarkozy menolak izin mendarat mereka.
Ben Ali sudah dipastikan menjadi tamu pemerintahan Arab Saudi. Sedangkan keberadaan Leila masih menjadi tanda tanya. Beberapa warga Tunisia berspekulasi ia berada di Dubai untuk belanja, beberapa lagi mengatakan berada di Asia tengah.
Namun demikian, laporan intelijen Prancis ini dibantah oleh Bank Tunisia. Mereka mengatakan bahwa mantan ibu negara tersebut tidak pernah menginjakkan kaki di bank itu. Pejabat bank yang bertugas menangani pembayaran mengatakan bahwa dia tidak pernah menerima perintah untuk memindahkan emas atau uang.
“Emas simpanan tidak pernah dipindahkan selama bertahun-tahun,” ujar juru bicara Bank Tunisia, Zied Mouhli.
Namun, berita pencurian emas oleh Leila ini sudah menjadi konsumsi publik yang marah. Massa yang turun ke jalan-jalan meneriakkan slogan antikeluarga Ben Ali. Mereka menunjukkan kebencian terhadap gaya hidup mewah para keluarga nomor satu tersebut, padahal rakyat tengah kesulitan pangan dan pekerjaan. “Gantung mereka semua, tapi kembalikan dulu emas kami,” teriak massa di jalan Bourguida, Senin.
Seperti diketahui, kekuasaan Ben Ali berakhir secara tidak terhormat saat dia dan keluarganya kabur ke Arab Saudi, Jumat lalu, setelah tidak bisa lagi mengendalikan kemarahan rakyat akibat krisis ekonomi.
Menurut kantor berita Associated Press (AP), rakyat Tunisia tidak saja muak dengan Ben Ali - yang memerintah selama 23 tahun - namun juga kepada istrinya, Leila Trabelsi. Mantan penata rambut itu berganti status menjadi Ibu Negara saat suaminya menjadi presiden Tunisia, melalui kudeta tak berdarah, pada 1987.
Di mata rakyat, Leila tidak jauh beda dengan suaminya, bersikap semena-mena dan arogan. Bahkan Leila dianggap sebagai simbol korupsi dan ketamakan di Tunisia.
Bersama sepuluh saudara kandungnya, perempuan berusia 53 tahun itu menjalani bisnis seperti jaringan mafia. Mereka menarik uang dari para pemilik toko, menuntut saham di berbagai perusahaan dan berbagi konsesi atas proyek-proyek di Tunisia.
Semua usaha di Tunisia, baik itu bank, maskapai penerbangan, diler mobil, operator internet, stasiun televisi dan lain-lain pasti dikuasai keluarga Leila dengan memanfaatkan keuasaan Ben Ali. Maka, saat Ben Ali dan Leila kabur, banyak properti dan tempat usaha milik keluarga Trabelsi jadi sasaran pembakaran dan penjarahan.
“Mereka (keluarga Trabelsi) itu pencuri, penipu, bahkan pembunuh,” ujar Mantasser Ben Mabrouk, seorang warga Tunisia yang marah. “Tujuan mereka hanya untuk mencetak uang dengan berbagai cara,” lanjut Ben kepada AP.
Kelompok Transparency International juga mencatat jaringan bisnis keluarga presiden yang dilakukan secara sewenang-wenang dengan memeras pengusaha lokal. “Para investor Tunisia, karena takut dengan jaringan “keluarga”, akhirnya enggan melakukan investasi baru sehingga tingkat investasi domestik tetap rendah dan pengangguran jadi tinggi,” demikian laporan Kedutaan Besar AS di Tunis pada Juni 2008 dengan bersumber dari TI, yang akhirnya bocor di laman WikiLeaks.
Penulis buku mengenai Leila Trabelsi, Catherine Graciet, mengungkapkan bahwa Leila dan kerabatnya memainkan peran yang absolut bagi jatuhnya rezim Ben Ali. “Rakyat Tunisia sadar sudah muak dan tidak tahan lagi atas perilaku mereka,” kata Graciet.
“Namun, kita tidak bisa menimpa kesalahan sepenuhnya kepada keluarga Trabelsi, karena Ben Ali yang membiarkan mereka bertindak demikian,” lanjut Graciet.
Sumber
http://www.beritamenarik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar